Thursday, August 22, 2013

Madu



 
Credit
“Kamu suka?” tanyaku pada lelaki paruh baya disampingku. Kami berdiri berdiri di dek kapal. Menikmati aroma laut dan semilir angin yang sepoi-sepoi basah. 

“Suka sekali” dia mengeratkan lingkar tangannya dipinggulku. Aku memandang ke laut lepas. Kemudian memejam dan menghirup udaranya dalam-dalam. Aku merasakan dia memandangku lekat. Aku menoleh dan membuka mata.

“Kok ngeliatinnya gitu, ih” tanyaku.

“Kamu cantik” jawabnya sambil tersenyum. Serta merta aku mendaratkan cubitan-cubitan kecil di perutnya yang buncit. 

“Gombalnya masih aja… inget umur, pak” kataku sembari tergelak.

“Lho aku ngomong kenyataan…” Suaranya memelan. Berlagak merajuk.

“Iyaa.. iyaa.. kalo gak cantik, masa kamu suka, kan?” Aku mencubit gemas pipinya yang tembam.

“Nah… tuh kamu tau…” dia tersenyum lagi. Aku melingkarkan lenganku pada lehernya. Mengecup bagian atas dahi yang telah licin tanpa rambut lagi.

Amarahku sebelum bertemu dia kuredam dalam-dalam. Tetap tenang dan jangan menuruti emosi. Bisikku dalam hati.

***

“Sebentar lagi kapal ini akan transit di dermaga. Aku akan turun dan ambil flight untuk pulang. Kamu teruskan perjalanan ya?” kataku. Aku memotong-motong kecil roti yang beroles butter.

“Secepat itu?”

“Klien kita menunggu” Dia menghela nafas. Garpu dan pisau diletakkannya di tepi piring. Aku memandangnya. Raut mukanya kecewa.

“Suamiku, kamu yang mengajarkanku untuk kerja keras kan? Aku senang kamu bahagia begini. Usahaku tak sia-sia”

“Tapi tanpa kamu, bahagiaku artinya apa?”

“Lain kali, kapal pesiar ini akan kita nikmati bersama. Aku janji” Aku menggenggam tangannya.

***

“Kita berlayar kemana sekarang, Mas?”

“Kita keliling dunia, sayang” dia tertawa. Perut gendutnya terguncang-guncang.

Mereka berdiri tepat di spot tempatku berdiri dengannya semalam. Kuurungkan niat hati untuk murka. Aku mendekati mereka. Membuat bunyi dengan sekali hentakan kaki.

Keduanya terkesiap. Tangan yang melingkar dipinggul wanita muda itu gelagapan lepas. Wanita berseragam itu menunduk.

“Jadi, benar? Maduku itu pembantu?” mereka tetap diam. Dan sepertinya aku tak butuh jawaban.

Word Count: 292