Sunday, July 21, 2013

10.30 pm

10.30 pm.

Aku mengedarkan pandanganku kesekeliling. Aku berada di UGD. Suasananya ramai. Baru saja terjadi kecelakaan hebat. Bis lintas antar kota dengan truk pengangkut pisang, kabarnya. Entah apa penyebabnya. Kelalaian pengemudi barangkali. Aku tak tau pasti. 

Aku duduk di sebuah kursi kosong yang terletak di pojok ruangan. Disini agak sepi dari pada di tengah ruangan sana. Penuh sesak dengan ranjang-ranjang tipis, tiang-tiang infus dengan para korban menjerit-jerit histeris. Suasana di dalam sini sedang panik sekali. Para suster mondar-mandir. Sebagian ada yang membersihkan luka-luka korban yang tak bisa dibilang ringan. Mayoritas korban terluka karena terjepit dan terkena beling. Wajar. Melihat bagian depan bis yang memang hancur dan rusak parah.

Di tempat tidur ujung sana. Seorang lelaki paruh baya. Aku melihat kakinya lunglai berdarah-darah. Wajahnya sudah tak terlihat jelas. Warnanya hanya merah. Dia dikerumuni tiga suster. Seorang suster membersihkan bagian kakinya, seorang membersihkan wajahnya dari tusukan beling, dan seorang lagi membantu keduanya.

Di tempat tidur sebelahnya, terbaring tenang seorang ibu dengan wajah, tangan dan kaki terbalut perban. Aku tak mengenalnya. Tapi dari baju kurung yang ia kenakan, sepertinya ia adalah ibu yang menawariku buah salak di bis tadi. Sukurlah ibu itu sudah selesai ditangani. Tenaga medis disini kerjanya cekatan sekali.

Aku melihat ranjang disebelahnya. Disana sudah tidak ada siapa-siapa. Hanya terbaring seorang laki-laki remaja seumuranku. Dia diam saja. Tak seperti pasien lain yang mengaduh kesakitan disana-sini. Wajahnya sudah bersih tak berlumuran darah lagi. Hanya tinggal bekas tusukan beling. Kepalanya terbalut perban tebal. Tubuhnya terblut kemeja yang warnanya sudah tak jelas karena dikotori darah dan lumpur. Katanya, dia sempat terlempar dari jendela dan masuk ke kubangan lumpur. Kepalanya pendarahan hebat karena terantuk batu yang ada disitu. 

Aku datang mendekat dan mencoba mengingat-ingat. Dia ini tadi duduk di kursi nomor berapa ya? Aku berdiri tepat disebelah ranjangnya. Menatap wajahnya lurus-lurus sambil berpikir keras. Hingga kemudian para suster kembali datang dan membentangkan selimut putih menutupi tubuh dan wajahnya.

Seketika itu aku ingat. Aku tau dia siapa. Aku amat mengenalnya. Dia Norman. Usianya 17 Tahun. Duduk di nomor bangku 18. Iya. Dia itu… Aku.

#JuliNgeblog #Day17

No comments:

Post a Comment