![]() |
Credit |
“Kemana?”
“Keluar
bentar”
“Keluar
mulu”
Paijo
berdehem sedikit. Malas menjawab pertanyaan sinis istrinya.
“Kalau
pulang nanti jangan kemaleman. Ingat istri di rumah”
Blam.
Paijo
menutup pintu. Setidaknya tanpa berusaha terlalu keras untuk menulikan
telinganya suara istrinya sedikit teredam. Ia menarik nafas dalam-dalam. Menghembusnya
perlahan lewat mulut. Sedari tadi dia sudah menyabarkan diri. Telinganya panas
mendengar ceracau istrinya yang tak henti sejak pagi. Ada saja yang dirasanya
salah. Ah, entahlah.
“Sabar, Jo.
Wanita yang tengah hamil muda memang kadang aneh”
“Termasuk
tidak menyukai suaminya sendiri, Bu?”
“Kadang…”
“Aku heran,
bu. Kalo dekat, marah-marah. Aku pergi juga marah-marah”
Ibu tersenyum
saja mendengar anaknya yang bersunggut-sungut.
“Anni gak
ngidam apa-apa, Jo?” tanya ibu. Paijo mengangkat bahu.
“Dua hari
yang lalu katanya pengen kolak pisang, bu… tapi belon sempet dibikin. Anninya
mual terus” suara Paijo berubah pelan. Perasaan kasihan tiba-tiba menyelusup
masuk mengurai kesalnya.
“Ya kamu
yang buatin kalo dia gak sanggup, Jo” kata Ibu.
“A-Aku?”
“Iya… nanti
ibu sms bahan-bahannya. Sekarang kamu pulang. Angin diluar lagi kencang. Kalo kamu
juga ikut-ikutan sakit nanti malah repot” nasehat ibu.
“Baik, bu…”
Paijo menutup sambungan telepon. Dia beranjak dari ayunan besi tempat dia
menyendiri dari tadi. Bukan tipenya kelayapan keluar rumah malam-malam begini. Hanya
kali ini dia benar-benar butuh angin segar.
***
Anni belum
berubah banyak. Pagi tadi wajahnya masih cemberut walau tangan Paijo tetap
diciumnya. Pun sore ketika Paijo pulang dari kantor. Tanpa memandang mata Paijo
seperti biasanya, Anni mencium tangan Paijo kemudian ngeloyor masuk ke kamar.
Jika Paijo masuk, Anni keluar. Paijo keluar ke ruang keluarga, Anni masuk kamar
lagi. Duh. Paijo garuk-garuk kepala. Bingung. Tapi kemudian ia teringat
sesuatu.
Aha! Kolak
Pisang!
Mulailah ia
berjibaku dengan bahan-bahan yang tadi sempat dibeli. Dengan earphone yang menyumpal
di telinga, dengan teliti dia mendengar instruksi dari ibu. Cara memasak kolak
pisang. Menyesal rasanya ia tak dekat dengan urusan dapur begini lebih awal. Tak
menyangka, jika keadaan seperti ini kadang bisa datang tiba-tiba justru ketika
sudah berkeluarga.
“Yak!
Beres!” Paijo mematikan api kompor. Dia mengendus-endus. Kemudian mencicip sedikit kolaknya.
Pas! Kata ibu, jangan sampai pisangnya terlalu lembek. Dia mengambil satu
potong pisang, menusuk-nusuknya dengan garpu.
“Sepertinya
sudah” batinnya.
Paijo mengambil
mangkok. Menuangkan kolak kedalamnya. Aroma nangka menyeruak. Paijo pede dengan
masakannya.
“Apa itu,
mas?” Anni tiba-tiba muncul.
“Kolak
pisang…”
“Wah…” Anni
sumringah. Ia langsung mendekat. Paijo mengajaknya duduk, meletakkan semangkok
kolak pisang hangat didepan istrinya. Hatinya senang. Sudah lama sepertinya tak
melihat senyum Anni yang seperti tadi.
Anni lahap.
Mata Paijo tak beralih dari wajah istrinya.
“Resep ibu
memang mantap!” batinnya.
Ludes. Semangkok
kolak habis tak bersisa.
“Makasih,
mas” Anni tersenyum lagi. Paijo bersyukur dalam hati.
Namun
kemudian Anni bergegas bangkit ke kamar mandi. Dia muntah lagi. Paijo sigap. Ia
membawakan minyak angin dan memijit tengkuk Anni. Kolak yang dimakan tadi
keluar lagi. Anni menyiram sisa muntahnya.
“Udah
enakan?” Paijo menuntun istrinya ke kamar. Anni mengangguk. Hingga sampai di
depan pintu, dia berhenti. Anni memandang suaminya. Ia mengambil minyak angin
ditangan Paijo. Mendorongnya sedikit keluar, kemudian menutup pintu kamar.
Ceklek-ceklek.
Bunyi kunci
dua kali. Paijo melongo.
Lagi?
![]() |
Berani Cerita #21 |
Word Count: 500
(Berani Cerita #21) Kolak Pisang
#JuliNgeblog #day19
hehehe kasihan istrinya, ngidamnya malah nggak mau deket2 suaminya.. haduuhh repot ya :D
ReplyDeletesabar ya mas Paijo :D
iya, dua-duanya kasihan ya mbak. Semoga mas Paijo nya sabar terus :D
Deleteweeh...ngidam bisa begitu yaaa...kolak pisangnya buat aku aja deh... :)
ReplyDelete