Thursday, July 18, 2013

Akhirnya Mati

Harusnya sedari dulu kamu sadar. Betapa aku menunggumu disini dari awal. Ini malah sebaliknya. Kau bisa tersenyum demikian ramah pada semua orang. Namun padaku? Jangankan senyum hambar, menoleh pun tidak. Menatapku saja kamu enggan. Padahal sudah hitungan tahun aku menunggumu disini dan memandangmu tanpa bosan.

“SOMBONG, KAMU!” teriakku suatu waktu tepat dihadapanmu. Kamu tak perduli. Tanpa sedikitpun memandang aku, kamu pertahankan senyummu  pada orang-orang dibelakangku. Bukan untukku!

Cih.

“KAMU MAU BUKTI APA LAGI, HAH???” Teriakku kali ini. Aku lelah. Namun enggan menyerah. Aku tak tau lagi bagaimana harus membuktikan padamu, bahwa cintaku ini nyata. Dari cara paling lembut telah aku coba. Menatapmu sabar dari subuh hingga isya. Tak jarang kamu kuhadiahkan beberapa tangkai bunga yang dengan sengaja kamu biarkan layu begitu saja.

Sekarang, batas kesabaranku sudah lewat. Jika menolakku, katakan saja sejujurnya. Jangan tetap tersenyum dan diam saja begitu. Aku kira itu isyaratmu untuk mau. Ah.

Kugenggam erat martil dan alat pahat tajam yang kubawa. Lihat saja. Akan aku hilangkan senyum jahatmu itu. Biar kamu tau, betapa luka hati tak terjawab rasanya sakit. Pahit.

Aku mendekatimu perlahan. Walau tak sabar untuk melihatmu hancur berkeping layaknya aku yang kamu acuhkan. Kedua tanganku mengunci dibelakang. Berusaha sembunyikan peralatan tajam yang aku bawa serta.

Kini. Aku tepat didepanmu. Memandang lekat senyummu yang tak henti tersungging sejak tahun lalu. Perlahan kuletakkan peralatan itu diwajahmu. Sekali ketuk saja, senyummu akan mati.

Namun…

“Hey! Kamu! Dilarang merusak patung hiasan taman, hey!”

Dari jauh ada orang yang berteriak ke arahku. Aku tak peduli. Kuhantamkan kuat martil itu kewajahmu.

BUGH!!!

Sekali. Dua kali. Tiga kali.

Aku diringkus pergi. Tapi, aku bisa tenang kini. Senyummu telah mati. 

#JuliNgeblog #Day14

No comments:

Post a Comment