“Pantainya indah ya…”
“Iya…”
“Aku punya mimpi, ingin memiliki rumah di tepi pantai…”
“Aku juga suka pantai, tapi gak segitunya..”
“Maksudmu?”
“Ya gak sampe pengen jadi nelayan tinggal di tepi pantai gitu…”
“Yang bilang jadi nelayan siapaaaa?”
Kemudian terdengar suara tawa berderai.
Kresek.. kresek.. kresek..
“Aku lebih suka disini”
“Hmm?”
“Ada pohon yang rimbun. Padang hijau yang landai. Angin sepoi-sepoi.
Langit biru terang… indah kan?”
“Lebih indah dari pada laut maksudmu?
“Mmm… beda-beda indahnya sih ya. Disini, udaranya segar. Produksi
oksigen dari tumbuhan-tumbuhan hijau ini bagus sekali untuk kita. Lagipun jika
matahari sedang terik, disini akan tetap adem…”
Terdengar suara helaan nafas.
“Pantai itu indah. Tapi hanya untuk dikunjungi sesekali. Bukan tiap
hari. Kamu mau kulitmu gosong terbakar matahari gara-gara tiap hari mainnya di
pantai?”
“Eerr…”
“Gak kaaan?”
“Udah ah, jangan direkam terus…”
“Iyaaa, iyaaa. Ini aku matiin..”
Kresek.. kresek.. kresek..
Ctek! Putaran kaset berhenti otomatis.
“Kamu dengar, Nisaaa? KAMU DENGAR? HAH?” Pras membentak wanita
didepannya. Tangan dan kakinya terikat. Mulutnya tertutup lakban hitam.
Rambutnya kusut masai. Wajahnya berantakan karena bedak dan eye liner yang
luntur oleh air mata dan keringat.
Gelengan keras dan erangan tangis yang menjadi jawaban. Untuk melawan,
wanita itu sudah kewalahan.
“MANA JANJIMU AKAN SETIA DULU? MANAAA???” Pras berteriak tepat didepan
wajah Nisa. Mata Nisa memejam ngeri. Air Matanya tak terbendung lagi.
“Jika aku tidak bisa memilikimu, TIDAK JUGA DIA, NISAAA!!!”
BUGHHH!!!
Pras meninju dinding. Dia pergi ke arah lemari. Mengacak-acak isinya
untuk mencari belati.
“Lihat ini.. LIHAT…” Pras memain-mainkan ujung belati ke wajah Nisa.
Mencongkel sedikit ujung lakban yang menutup mulutnya lalu menariknya dengan
kasar.
“Jangan teriak. Atau kamu mati lebih cepat” Pras meletakkan ujung belati
tepat dibawah kerongkongan Nisa. Nisa terengah-engah.
“Ma..af..kan a..aku, Pras…” Ujar Nisa lemah.
“Kamu jangan khawatir, Nisa… Kamu tak akan sendirian... Aku akan
menyusulmu segera… “ bisik Pras di telinga Nisa. Nisa memejamkan matanya
kuat-kuat. Pasrah pada apapun yang akan diperbuat lelaki gila bernama Pras ini.
Dzeggg!!!
Sekali sayat. Kepala nisa lunglai. Darah mengucur deras dari nadi leher.
“Aku segera menyusulmu, sayang…” Pras meletakkan belati tepat di
lehernya dan…
BRUKKK!
Ia pun ambruk
***
“Dek, udah.. buka matanya.. film nya sudah habis…” Suara Mas Djarwo
berbisik ketelingaku.
hoah
ReplyDeleteaku tertipu~
ternyata adegan pilem!
keren teh :D
Heheh. Kalo tertipu disini gak mbatalin puasa kan? :'D makasi sudah mampir :')
Deletekeren juga... pandangan saya tentang cerita ini jadi berubah total gara-gara kalimat terakhir tadi.
ReplyDeletejadi kepikiran gimana mengadegankan bagian rekaman kaset tadi. :)
Tengkyu. Iya, tentang gimana mengadegankannya mari kita pikirin sama-sama heheheh :))
DeleteAku juga gak suka nonton film horror yang sadis gini.. :P
ReplyDelete