Saturday, July 20, 2013

Kejutan Pak Andi

Rumah kosong didepan rumahku sudah ditempati. Penghuninya seorang duda beranak dua. Dari berita yang kudengar, usianya 46 tahun. Terpaut 18 tahun dari usiaku.

“permisi, mbak…” terdengar suaranya dari luar. Aku bergegas menuju pintu depan. Kudapati ia tersenyum disana. Manis sekali.

“Ayo dong, dek.. dikasihkan ke mbaknya…” bisiknya kepada seorang anak perempuan yang menenteng nampan.

“Ini, mbak…” Katanya malu-malu.

“Wah. Terima kasih. Siapa yang buat takjilnya?” Kataku seraya menyilahkan mereka masuk ke ruang tamu.

“Ini adek dan kakak yang buat, mbak…” jawab putri kecil itu malu-malu.

“Keroyokan bertiga, mbak. Mohon maaf kalo hasilnya gak memuaskan. Maklum, pada puasa. Gak ada yang nyicip” sambung pak Andi ramah. Ia tersenyum lagi.

“Makasi banyak lho, pak. Gak masuk dulu? Didalam ada ibu…” kataku.

“Oh, tidak mengapa. Terima kasih. Bentar lagi buka, kan? Dirumah kakaknya sendirian..” tolaknya halus. Putrinya melambaikan tangan ke arahku. Ah, manis sekali.

***

Kini genap enam bulan sudah kami bertetangga. Layaknya tetangga, kami sering bersapa jika kebetulan keduanya berada diberanda. Tak jarang saling bertukar isi piring jika kebetulan memasak sesuatu yang beda. Sejauh ini, terlihat pak Andi orang yang amat bertanggung jawab kepada keluarga. Tak pernah terdengar sekalipun suaranya meninggi kepada kedua anaknya. Seperti rutinitas, setiap sore Senin, Rabu dan Jum’at mereka pasti keluar bersama. Jalan-jalan sore katanya. Pemandangan yang paling aku suka, jika ternyata putrinya tertidur di jok depan motornya sehingga dia harus menggendongnya kedalam rumah.

Duh.

Aku jadi teringat almarhum ayah. Penyayang dan penyabar luar biasa. Jaman sekarang, mana ada lelaki yang begitu. Banyakan yang egois. Mau menang sendiri. Apalagi jika sudah mapan. Huh.

Hari berlalu dan aku semakin kagum pada beliau. Tak dapat aku pungkiri, ada angan yang tumbuh dihati untuk memiliki pendamping seperti beliau.  Aku berharap. Sungguh. Kini beliau sudah duduk didepan kami. Aku dan ibu. Katanya ingin menyampaikan sesuatu yang penting.

“Saya senang dengan keluarga ini…” Pak Andi memulai kalimatnya. Suaranya bikin adem. Aku menikmati setiap kata yang keluar dari mulutnya.

“Dan saya juga mulai memikirkan untuk memberi ibu untuk anak-anak dan juga pendamping saya…” Lanjutnya. Aku deg-degan. Tanganku panas dingin. Harapku mengembang dan mengembaaanggg.

“Dengan ini saya mohon ijin…” kata-katanya berjeda lagi. Aku semakin tak sabar menunggu kelanjutannya.

“Untuk melamar ibu Retno menjadi ibu dari anak-anak saya…” Lanjutnya.

JEDERRR!

“Ap..Apa, pak?” suaraku tercekat. Aku tak tau reaksi ibu seperti apa.

“Iya. Saya yakin, seorang ibu yang sudah membesarkan kamu menjadi sebaik ini, pasti akan bisa mendidik anak-anakku juga. Dan mereka, sudah menganggap kamu seperti kakak sendiri, nak” Jawabnya sambil tersenyum sesekali dan terus memandang ibu dan aku.

Aku mendadak pusing.

#JuliNgeblog #Day16

No comments:

Post a Comment